Tanaman dan Pencemaran Udara
May 23, 2008
Manusia diperkirakan membutuhkan 0,5 kg oksigen/hari, bila ditinjau dari kondisi lingkungan hidup alami yang masih relatif baik atau dalam keadaan keseimbangan antara daerah terbangun dan tidak terbangun. Berdasarkan perkiraan kenaikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2005, maka kebutuhan akan ketersediaan oksigen (O2) akan meningkat menjadi 4,5 kg/jam.
Salah satu pemasok utama ketersediaan udara bersih adalah pepohonan di RTH kota sebagai ‘paru-paru’ kota yang merupakan produsen oksigen (O2), penyerap karbondioksida (CO2) dan gas polutan lain, serta sebagai daerah resapan air, yang belum tergantikan fungsinya.
Namun distribusi RTH kota seringkali tidak merata, di mana kawasan yang seharusnya memiliki RTH cukup, justru tidak memiliki RTH yang memadai, seperti di kawasan permukiman padat, industri, terminal atau tempat pembuangan sampah. RTH untuk ruang bermain anak-anak, ruang bersosialisasi dan berolah-raga sudah lama hilang.
Hasil penelitian Purnomohadi (1994) yang dilakukan untuk mengetahui eksistensi RTH kota dengan potensi redaman dan jerapan terhadap terhadap tujuh zat pencemar udara, menunjukan korelasi yang nyata.
Fungsi RTH kota yang ditata secara estetis fungsional dapat digolongkan sesuai kegunaannya sebagai pembatas/pengaman; kawasan konservasi terletak antara dua wilayah jalur lalu lintas dan kereta api, sempadan sungai, listrik tegangan tinggi, dan hutan kota; kawasan rekreasi aktif: lapangan olahraga atau taman bermain; kawasan rekreasi pasif taman relaksasi dan kawasan produktif pertanian kota, pekarangan/halaman rumah; dan lahan yang sengaja disisihkan untuk kegunaan khusus atau lahan cadangan.
Sifat alami organisme tanaman dalam RTH melalui mekanisme rekayasa lingkungan, mampu memperbaiki kualitas lingkungan, sehingga dapat menjadi pedoman dalam memilih jenis tanaman pengisi RTH dari berbagai fungsi. Dari segi efektivitas menekan pencemaran udara, menyerap dan menjerap debu, mengurangi bau, meredam kebisingan, mengurangi erosi tanah, penahan angin dan hujan secara menyeluruh, maka fungsi tanaman antara lain sebagai berikut:
Dedaunan berair dapat meredam suara.
Cabang-cabang tanaman yang bergerak dan bergetar dapat menyerap dan menyelubungi suara, demikian pula daun yang tebal menghalangi suara dan daun yang tipis, dapat mengurangi suara.
- Trikoma daun dapat menyerap butir-butir debu, melalui gerakan elektrostatik dan elektromagnetik.
- Pertukaran gas melalui mulut daun.
- Aroma bunga dan daun mengurangi bau.
- Percabangan (dan ranting) beserta dedaunannya dapat menahan angin dan curah hujan.
- Penyebaran akar dapat mengikat tanah dari bahaya erosi.
- Cabang yang melilit dan berduri menghalangi gangguan manusia.
- Bentuk dan tekstur daun berpengaruh terhadap daya serap sinar/hujan, dan daya ikat cemaran.
- Bentuk kanopi tajuk pohon berpengaruh terhadap arus dan arah angin turbulensi lokal dan peredaman bunyi.
Kemampuan tanaman menyerap dan menjerap (intersepsi) debu dan unsur pencemar udara lain (TSP: total suspended particulate), dipengaruhi oleh:
(1) Jenis tanaman berkaitan dengan sifat-sifatnya sebagai berikut :
- Kekasaran permukaan daun, potensi pengendapan timbal akan semakin besar, sebab kemampuan mengakumulasi timbal (Pb) dan seng (Zn) pada daun berstruktur kasar, semakin tinggi dibanding yang licin terutama untuk zarah timbal (Pb) bisa tujuh kali lebih banyak.
- Struktur ranting dan batang yang berbulu, akan mampu lebih banyak menjerap dan mengintersepsi zarah timbal (Pb) dan seng (Zn), dibanding ranting/batang yang berkulit licin atau berlilin.
- Arsitektur dan morfologi pohon (Halle dan Oldeman, 1975 dalam Purnomohadi, 1994), mempengaruhi kemampuan tanaman untuk mengintersepsi berbagai zarah dan unsur cemaran udara.
(2) Perancangan maupun perencanaan arsitektur lansekap yang sesuai permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai zarah dan unsur cemaran udara secara lebih efektif, yaitu dengan menggunakan berbagai jenis tanaman yang mempunyai sifat dan kemampuan berbeda dalam meredam pencemaran udara, menerapkan pola multi tajuk dan campuran berlapis-lapis.
(3) Sebaran komunitas tumbuhan dalam berbagai fungsi dan bentuk RTH kota yang menyebar merata di seluruh bagian kota, akan lebih efektif, dalam meredam pencemaran lingkungan dibandingkan dengan RTH yang luas tetapi hanya pada lokasi tertentu.
Sedang kenaikan laju pengurangan SO2 pada jarak antara tepian taman di atas, tenyata berhubungan langsung dengan kenaikan waktu, dan bukan pada kecepatan angin. Bila tak ada angin, maka efek pengurangan zarah, khususnya debu, maka debu tersebut akan menempel pada tanaman, misalkan melalui gerak elektromagnetik. Lebar sabuk hijau (green belt) berukuran lebih dari dua meter tanpa mengabaikan fungsi padang rumput akan mampu mengurangi debu sampai 75 persen.
Pepohonan pun mampu menurunkan konsentrasi partikel timbal (Pb) yang melayang di udara, karena kemampuannya untuk dapat meningkatkan turbulensi dan mengurangi kecepatan angin. Celah stomata mulut daun yang berkisar antara 2-4 μm atau 10 μm dengan lebar 2-7 μm, maka ukuran partikel timbal yang demikian kecil, rata-rata 2 μm, akan dapat masuk ke dalam daun dengan mudah, serta akan menetap dalam jaringan daun, menumpuk di antara sel jaringan pagar (palisade), dan atau jaringan bunga karang (spongious tissue).
Sedang zarah yang lebih besar ukurannya akan terakumulasi pada permukaan kulit luar tanaman. Cemaran yang terakumulasi ini sebagian kecil dapat terjerap secara kimiawi (chemically adsorbed) dan akhirnya terserap (absorbed) oleh jaringan hijau, dan sebagian lagi akan tersapu oleh angin atau air hujan, yang kemudian dibawa aliran angin/air dan atau diendapkan ke dalam tanah. Partikel berukuran sub-mikron akan terdifusi ke dalam jaringan tanaman melalui stomata dan akhirnya terbawa ke dalam sistem metabolisme tanaman.
Menurut Dahlan (Purnomohadi, 1994), yang menggolongkan ketahanan tanaman terhadap cemaran udara dari kendaraan bermotor, berdasar kemampuan dan kepekaan tanaman, khususnya terhadap unsur timbal (Pb), dapat dibedakan menjadi lima kategori, yaitu:
- Sangat peka: Kesumba (Bixa Orellana), Cempaka (Michelia champaka), Glodogan (Polyalthea longifolia)
- Kurang peka, kemampuan menyerap timbal rendah: Tanjung (Mimusops elengii)
- Kurang peka, kemampuan menyerap timbal tinggi: Johar (Casia siamea) dan Mahoni (Swietenia macrophylla)
- Tidak peka, kemampuan tinggi menyerap timbal: Kirai payung (Filicium decipiens), Keben (Barringtonia asiatica), Asam landi (Pithecellobium dulce), tanaman berdaun jarum serta bambu.
- Tidak peka, kemampuan rendah menyerap timbale: Jamuju (Podocarpus imbricatus)
Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 14/1988 tentang Penataan RTH di Wilayah Perkotaan, memuat kriteria jenis tanaman yang disesuaikan peruntukkan lahan, perlu perhatian pada kepekaan pengaruh berbagai zat cemaran. Pemilihan jenis tanaman pelindung bagi RTH kota tentu akan berlainan antar berbagai kota di Indonesia, tergantung ekosistem setempat. Masih banyak fungsi ekologis RTH terhadap kualitas udara kota yang perlu diteliti dan dikembangkan lebih jauh lagi. Bagaimanapun juga keberadaan pohon dan RTH sangat menentukan kualitas dan ketersediaan udara bersih bagi kelangsungan hidup kota dan warga kota.
Kemampuan tanaman menjerap Pb beragam antarjenis tanaman. Menurut Dahlan (2004), Damar (Agathis alba), Mahoni (Swetenia macrophylla), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Pala (Mirystica fragrans), Asam landi (pithecelobium dulce), dan Johal (Cassia siamea) memiliki kemampuan sedang sampai tinggi dalam menurunkan Pb di udara. Glodogan tiang (Polyalthea longifolia), Keben (baringtonia asiatica), dan Tanjung (Mimusops elengi) memiliki kemampuan menjerap Pb rendah namun tidak peka terhadap pencemaran udara, sedangkan Daun Kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan Kesumba (Bixa orellana) memiliki kemampuan rendah dan tidak tahan terhadap pencemaran udara. Menurut Setiawati (2000), Kesumba (Bixa orellana) memiliki kemapuan menjerap Pb terkecil (29,01 μg/
0 komentar:
Posting Komentar