Walaupun tak sedahsyat berita tsunami Mentawai dan letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah, makin parahnya tingkat kerusakan terumbu karang dan hutan mangrove tetap harus mendapat perhatian, karena itu bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Dari 13.000 hektare terumbu karang di perairan Kalsel, sekitar 1.500 hektare di antaranya kondisinya rusak akibat dicuri masyarakat, suhu global, pencemaran, aktivitas nelayan, hingga pembangunan pelabuhan khusus (pelsus) batu bara.
Di sisi lain, sabuk hutan mangrove sepanjang 1.500 kilometer yang terbentang dari wilayah Kabupaten Barito Kuala (Batola) hingga Kotabaru, hanya sekitar 400 kilometer saja yang kondisinya masih baik. Selebihnya rusak parah akibat dirambah pelsus, tambak ikan hingga perkebunan.
Bagi masyarakat yang tidak berprofesi sebagai nelayan atau yang tinggal di pesisir, kerusakan mangrove dan terumbu karang memang tidak merasakan langsung dampaknya. Kerusakan sabuk mangrove dan terumbu karang berdampak langsung pada menurunnya jumlah tangkapan ikan. Itu artinya menyangkut kehidupan dan sumber penghidupan mereka.
Menurut kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel, M Isra, produksi ikan di Kalsel saat ini mencapai 36 kilogram per kapita. Jumlah tersebut melebihi produksi ikan tingkat nasional yang hanya 26 kilogram per kapita. Namun akibat kerusakan terumbu karang, hasil tangkapan ikan para nelayan mengalami penurunan karena tempat perkembangbiakannya rusak.
Fungsi utama terumbu karang, bagaikan hutan lebat di daratan dan rumah bagi ribuan jenis hewan laut. Fungsi ekonomisnya, terumbu karang dan hutan mangrove menyediakan bermacam jenis ikan, udang, kepiting dan kerang yang bisa menjadi mata pencaharian utama nelayan.
Bila kerusakan makin meluas, fungsi terumbu sebagai tembok raksasa yang kokoh, melindungi pantai dari gempuran ombak sebagaimana fungsi hutan mangrove juga akan menurun. Akibat langsungnya, kerusakan atau abrasi pantai akibat erosi dan intrusi juga makin meluas.
Yang memprihatinkan, keindahan terumbu karang bawah laut Pantai Bunati, Tanahbumbu yang merupakan salah satu tujuan wisatawan juga terancam tak bisa kita nikmati lagi.
Harus ada langkah nyata untuk mengatisipasi meluasnya kerusakan yang terjadi, serta upaya pelestarian terumbu karang seperti membuat terumbu karang palsu dengan harapan bisa dimanfaatkan ikan untuk berkembang biak.
Saat ini Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel mengusulkan lahan seluas 4.000 hektare dengan panjang sekitar 22 kilometer di kawasan pesisir timur Kalsel sebagai kawasan perlindungan terumbu karang.
Kawasan tersebut disiapkan untuk melindungi terumbu karang dari ancaman kepunahan akibat kegiatan lalu lintas tambang dan pemburu biota laut.
Kawasan pesisir pantai dari Sungai Loban Kabupaten Tanahbumbu hingga Aluhaluh Kabupaten Banjar disiapkan sebagai daerah Konservasi. Daerah itu cocok, karena memiliki terumbu karang yang khas yang tidak didapatkan di daerah lain di Indonesia.
Selain itu, harus ada tindakan tegas dengan penutupan pelsus dan melarang penggunaan mangrove di luar kepentingan konservasi, seperti tambak yang kian menjamur di sepanjang pesisir pantai.
Keterlibatan masyarakat sangat diharapkan dalam upaya pelestarian terumbu karang dan hutan mangrove di sepanjang pesisir Kalsel agar kerusakannya tidak semakin parah.
Dalam hal ini, harus ada win-win solution, masyarakat mendapat manfaat dari upaya yang dilakukan, sementara upaya pelestarian tetap bisa berjalan. (*)
0 komentar:
Posting Komentar