daftar isi

Read more: Cara Membuat Daftar Isi Pada Blog http://ojelhtc.blogspot.com/2011/12/cara-membuat-daftar-isi-blog.html#ixzz1glK7t2yB Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike

alexa

cara membuat risen post

Read more: Cara Membuat Recent Post Bergerak Ke Bawah http://ojelhtc.blogspot.com/2011/11/cara-membuat-recent-post-bergerak-ke.html#ixzz1gl27o5TN Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike

risen post

Sabtu, 26 November 2011

SUMBER AIR YANG TELAH TERCEMAR

0

 
KERUH: Sungai Sekadau berubah keruh kecoklatan selepas hujan. Keruhnya air sungai akibat PETI dan pembukaan lahan perkebunan.FOTO SUKARNI
SEBAGIAN kondisi sumber air baku di Kabupaten Landak saat ini sudah tercemari. Hal ini diakibatkan aktivitas pertambangan emas tanpa izin dan kegiatan lainnya. Demikian ditegaskan Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Landak, Yohanes Meter saat dialog publik rencana strategis  pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL-BM) di Ngabang.

"7 dari 13 kecamatan, sekitar 56 persennya merupakan sumber air baku sudah tercemar. Padahal air tersebut untuk keperluan masak, minum, cuci dan mandi," ungkapnya. Menurutnya, aktivitas yang mencemari air baku diantaranya pertambangan emas tanpa izin (PETI), penggunaan pestisida tidak terkendali, ilegal logging, penangkapan ikan dengan bahan kimia berbahaya dan lainnya."Berdasarkan data, cakupan akses sarana air bersih 2011 masyarakat kabupaten Landak  mencapai 50,40 persen. Artinya sisanya 49,60 persen masyarakat masih memanfaatkan sungai, air hujan dan sumber mata air lainnya, sebagai sumber air baku untuk keperluan masak, minum, cuci dan mandi," terangnya.

Sementara kebutuhan air bersih untuk masyarakat yang bersumber dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) masih sangat rendah yaitu sebanyak 773 pelanggan."Jadi melihat kondisi ini, maka pemerintah kabupaten Landak menganggap perlu menyusun sebuah rencana strategis sektor pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat," katanya.

Ia mengatakan, kegiatan penyusunan renstra AMPL-BM tidak terpisahkan dari semangat kegiatan nasional. Apalagi bangsa Indonesia saat ini sedang berpacu dengan waktu dan pemerintah telah ikut meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs). Ia menegaskan, keberadaan renstra itu tidak bertentangan dengan rancangan pembangunan jangka menengah daerah kabupaten Landak 2012 -2016."Karena lebih fokus dan mengekstraksi visi kepala daerah terpilih periode 2012 -2016 yang saat ini menjadi visi kabupaten Landak. Keberadaan renstra AMPL-BM kabupaten Landak 2012 -2016 diharapkan menjadi acuan dalam pembangunan dan pengelolaannya selama 5 tahun kedepan," ujarnya. (sgg)


UPAYA MELINDUNGI AIR

0

UPAYA MELINDUNGI SUMBER AIRPDFPrintE-mail
Upaya melindungi sumber air, saat ini mendapatkan perhatian yang cukup serius dari pemerintah. Hal ini berangkat dari kesadaran masyarakat dan pemerintah bahwa sumber air sebagai unsur lingkungan yang vital merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat menjamin berlanjutnya kehidupan.
Berbagai peraturan perundang-undangan dikeluarkan seperti “Ketentuan-ketentuan Payung”, yang dituangkan dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air.

Peraturan-peraturan pelaksanaannya antara lain dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 22/1982 tentang Tata Pengaturan Air, PP 27/1991 tentang Rawa, PP 35/1991 tentang Sungai, PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, PP 16/2004 tentang Penatagunaan Tanah dan Keppres No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Untuk mendukung upaya-upaya hukum tersebut, Pemda, Prov. Jabar menindaklanjuti dengan mengeluarkan beberapa perda, antara lain Perda No. 3/2001 tentang Pola Induk Pengelolaan Sumber daya Air di Provinsi Jawa Barat, Perda No. 2/2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat, Perda No. 1/2004 tentang Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Perda No. 3/2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Perda No. 8/2005 tentang Sempadan Sumber Air, yang memperbarui perda-perda yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini, antara lain Perda No. 20/1995 tentang Garis Sempadan Sungai dan Sumber Air dan Perda No. 12/1997 tentang Pembangunan di Pinggir Sungai dan Sumber Air, merupakan upaya komprehensif dalam melakukan perlindungan, pengembangan pemanfaatan, dan pengendalian sumber daya air. Oleh karena itu, perda ini dimaksudkan untuk penataan bangunan di pinggir sumber air, perlindungan masyarakat dari daya rusak air, penataan lingkungan, dan pengembangan potensi ekonomi agar dapat dilaksanakan sesuai tujuannya.
Dengan kata lain, penetapan daerah sempadan sumber air bertujuan agar :

1. Fungsi sumber air tidak terganggung oleh aktivitas yang berkembang di sekitarnya;
2. Daya rusak air pada sumber air dan lingkungannya dapat dibatasi dan dikendalikan;
3. Kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber air dapat memberikan hasil secara optimal, sekaligus menjaga kelestarian fisik dan kelangsungan fungsi sumber air;

4. Pembangunan dan/atau bangunan di pinggir sumber air wajib memerhatikan kaidah-kaidah ketertiban, keamanan, keserasian, kebersihan dan keindahan daerah sempadan sumber air;
5. Para penghuni dan/atau pemanfaat bangunan serta lahan di pinggir sumber air, wajib berperan aktif dalam memelihara kelestarian sumber air.
Ruang lingkup pengaturan daerah sempadan sumber air lintas kabupaten/kota yang dikelola oleh pemerintah daerah, meliputi penetapan garis sempadan, pengaturan bangunan di pinggir garis sempadan, pembinaan dan pengawasan, penataan dan pemanfaatan daerah sempadan. Dalam hal pengelolaan daerah sempadan sumber air tersebut, pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota di wilayahnya. Sedangkan dalam hal penataan dan pemanfaatannya dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga.

Penataan daerah sempadan sumber air air harus memerhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Bebas dari bangunan permanen, semipermanen dan permukiman;
2. Bebas pembuangan sampah, limbah padat dan limbah cair yang berbahaya terhadap lingkungan;
3. Seoptimal mungkin digunakan untuk jalur hijau;
4. Tidak mengganggu kelangsungan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber air.
Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan untuk kegiatan-kegiatan :
1. Budi daya perikanan dan pertanian dengan jenis tanaman tertentu;
2. Pemasangan papan reklame, papan penyuluhan, dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan;
3. Pemasangan jaringan kabel dan jaringan perpipaan, baik di atas maupun di dalam tanah;
4. Pemancangan tiang fondasi prasarana transportasi;
5. Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat ekonomi dan sosial kemasyarakatan lainnya, yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sumber air;
6. Pembangunan prasarana lalulintas air;
7. Pembangunan bangunan pengambilan dan pembuangan air.
Apabila melanggar ketentuan tentang perizinan, maka pelanggar diancam pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling tinggi Rp 50.000.000,00. Akan tetapi, jika tindak pidananya mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air dan/atau mengakibatkan pencemaran lingkungan, dikenakan ancaman pidana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pembangunan fasilitas umum dan/atau yang melintas di atas maupun di bawah dasar sumber air, harus mempertimbangkan ruang bebas di atas permukaan air tertinggi serta dasar sumber air yang terdalam. Gubernur dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan yang merupakan lahan masyarakat untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan pengairan yang diperlukan, dengan ketentuan lahan tersebut dibebaskan.
Pembangunan bangunan hunian dan/atau sarana pelayanan umum yang didirikan di luar batas garis sempadan sumber air, harus mempunyai penampang muka atau bagian muka yang menghadap ke sumber air. Pembangunan tersebut harus mendapatkan izin dari pihak berwenang. Apabila bangunan yang sudah terbangun tidak sesuai dengan persyaratan tersebut, maka Perda No. 8/2005 memberikan toleransi waktu untuk menyesuaikan paling lambat dalam jangka waktu 5 tahun, terhitung diberlakukannya tanggal 9 September 2005.

Penetapan garis sempadan

Gubernur menetapkan garis sempadan di sekeliling dan di sepanjang kirin kanan sumber air, baik pada lokasi yang telah terbangun maupun yang belum terbangun, dengan mempertimbangkan perencanaan kapasitas daya tampung sumber air, kondisi tanah tebing sumber air, bangunan perlindungan tebing sumber air, jalur lintasan pemeliharaan sumber air dan pengaruh surut air laut. Khusus untuk mata air, sungai, danau, waduk, rawa, dan pantai pada lokasi yang belum terbangun harus mempertimbangkan hal-hal tersebut, serta batas minimal garis sempadannya.
Batas garis sempadan sumber air yang diatur di dalam pasal-pasal Perda No. 8/2005, antara lain :

1. Mata air ditetapkan sekurang-kurangnya dengan radius 200 meter di sekitar mata air;
2. Sungai bertanggul di kawasan pedesaan sekurang-kurangnya 5 meter diukur dari sebelah luar sepanjang kaki tanggung;
3. Sungai bertanggul di kawasan perkotaan sekurang-kurangnya 3 meter diukur dari sebelah luar kaki tanggul;
4. Sungai tidak bertanggul dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah tangkapan air;
5. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan :
a. Kedalaman tidak lebih dari 3 meter, garis sempadan sekurang-kurangnya 10 meter dari tepi sungai;
b. Kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter, garis sempadan sekurang-kurangnya 15 meter dari tepi sungai;
c. Kedalaman maksimum lebih dari 20 meter, garis sempadan sekurang-kurangnya 30 meter dari tepi sungai.
6. Sungai yang terpengaruh pasang surut air laut ditetapkan sekurang-kurangnya 100 meter dari tepi sungai dan berfungsi sebagai jalur hijau.
7. Sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan, garis sempadan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan.
8. Situ, danau, waduk, dan rawa ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
9. Rawa yang terpengaruh pasang surut air laut, ditetapkan sekurang-kurangnya 100 meter dari tepi rawa ke arah darat dan berfungsi sebagai jalur hijau.
10. Daerah sempadan pantai lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, ditetapkan sekurang-kurangnya 100 meter dari titik pasak tertinggi ke arah darat.
11. Bagian atas dan bawah sumber air ditetapkan oleh gubernur dengan mempertimbangkan ruas bebas di atas permukaan tertinggi serta dasar sumber air terdalam.
Berdasarkan Pasal 22 Perda No. 8/2005, daerah - daerah sempadan sumber air tersebut dilarang untuk dimanfaatkan membuang sampah domestik, sampah industri, limbah padat dan limbah cair, mendirikan bangunan semipermanen dan permanen, serta mengeksploitasi dan mengeksplorasi di luar kepentingan konservasi sumber daya air.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 22 merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda tinggi banyak Rp 50.000.000,00. Apabila tindak pidana tersebut mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air dan/atau mengakibatkan pencemaran lingkungan, maka akan dikenakan ancaman pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada saat Perda No. 8/2005 mulai berlaku, maka Perda No. 20/1995 tentang Garis Sempadan Sungai dan Sumber Air dan Perda No. 12/1997 tentang Pembangunan di Pinggir Sungai dan Sumber Air, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Hal-hal yang berkaitan dengan izin-izin pemanfaatan daerah sempadan yang dikeluarkan sebelum Perda ini, sepanjang tidak bertentangan, dinyatakan tetap belaku. Sedangkan izin-izin yang berkaitan dengan hal tersebut, yang telah dikeluarkan sebelumnya, diberikan kesempatan untuk menyesuaikan paling lama dalam jangka waktu 5 tahun terhitung sejak berlakunya Perda No. 8/2005. (Sumber : Biro Hukum Pemprov Jabar)Oleh KARTONO SARKIM


PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

0

MELESTARIKAN LINGKUNGAN HIDUP


Karena pemanasan global, polusi, hutan yg berkurang, dan pasokan terbatas sumber daya alam, orang menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Sampah di lingkungan yang mempengaruhi udara, air, tanah, hewan, tumbuhan, dan manusia. Apabila kita menggunakan lingkungan sebagai limbah, kita mengambil tanah dari alam liar, polusi lingkungan, dan menguras sumber daya alam.

Maka sedikit demi sedikit Alam yang ada disekitar kita akan berubah menjadi tempat yang tak pernah akan kita impikan untuk anak cucu kita nanti, Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan seperti yang dilakukan oleh rekan-rekan kita yang terdaftar di BlackInnovationAwards atau biasa di singkat BIA, yaitu membuat suatu terobosan atau inovasi baru untuk tetap tinggal selaras dengan alam.

- Beli produk yang tidak memerlukan banyak energi dan sumber daya untuk manufaktur. Mencari produk yang ramah lingkungan berisi kemasan.
- Mengurangi penggunaan mobil dengan naik sepeda, carpooling dengan teman-teman, jalan kaki, atau dengan bus.
- Composting merupakan cara untuk membuang sampah dapur. Itu sehat untuk tanah dan sedikit sampah yang akan masuk ke lokasi penimbunan.
- Matikan lampu yang tidak digunakan dan menggunakan lampu hemat energi bulbs.
- Menonaktifkan Keran Air bila Anda penyikatan gigi.
- Gunakan tas kain grocery, bukan kantong plastik. Mereka dapat digunakan berulang kali.
- Logam kaleng dan plastik kontainer dapat digunakan untuk menyimpan item.
- Donasikan pakaian lama anda, mebel, dan mainan untuk amal, atau berikan kepada tetangga, teman yang membutuhkan

Nah demikian sedikit tips agar kita mau berusaha bersama-sama melestarikan lingkungan, sekarang waktunya kita generasi muda untuk dapat mendukung kegiatan-kegiatan positip yang dilakukan oleh rekan-rekan kita di BlackInnovationAwards dan sejenisnya agar makin banyak Inovasi-Inovasi baru yang dapat kita gunakan dikelak kemudian hari.


pelestarian terumbu karang

0

Pelestarian Terumbu Karang
Banjarmasinpost.co.id - Rabu, 3 November 2010 | 01:25 Wita | Dibaca 1163 kali | Komentar (0)
BEBERAPA hari lalu, media terbesar di Kalsel ini mengungkapkan fakta baru tentang kian meluasnya kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang.

Walaupun tak sedahsyat berita tsunami Mentawai dan letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah, makin parahnya tingkat kerusakan terumbu karang dan hutan mangrove tetap harus mendapat perhatian, karena itu bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.

Dari 13.000 hektare terumbu karang di perairan Kalsel, sekitar 1.500 hektare di antaranya kondisinya rusak akibat dicuri masyarakat, suhu global, pencemaran, aktivitas nelayan, hingga pembangunan pelabuhan khusus (pelsus) batu bara.

Di sisi lain, sabuk hutan mangrove sepanjang 1.500 kilometer yang terbentang dari wilayah Kabupaten Barito Kuala (Batola) hingga Kotabaru, hanya sekitar 400 kilometer saja yang kondisinya masih baik. Selebihnya rusak parah akibat dirambah pelsus, tambak ikan hingga perkebunan.

Bagi masyarakat yang tidak berprofesi sebagai nelayan atau yang tinggal di pesisir, kerusakan mangrove dan terumbu karang memang tidak merasakan langsung dampaknya. Kerusakan sabuk mangrove dan terumbu karang berdampak langsung pada menurunnya jumlah tangkapan ikan. Itu artinya menyangkut kehidupan dan sumber penghidupan mereka.

Menurut kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel, M Isra, produksi ikan di Kalsel saat ini mencapai 36 kilogram per kapita. Jumlah tersebut melebihi produksi ikan tingkat nasional yang hanya 26 kilogram per kapita. Namun akibat kerusakan terumbu karang, hasil tangkapan ikan para nelayan mengalami penurunan karena tempat perkembangbiakannya rusak. 

Fungsi utama terumbu karang, bagaikan hutan lebat di daratan dan rumah bagi ribuan jenis hewan laut. Fungsi ekonomisnya, terumbu karang dan hutan mangrove menyediakan bermacam jenis ikan, udang, kepiting dan kerang yang bisa menjadi mata pencaharian utama nelayan.

Bila kerusakan makin meluas, fungsi terumbu sebagai tembok raksasa yang kokoh, melindungi pantai dari gempuran ombak sebagaimana fungsi hutan mangrove juga akan menurun. Akibat langsungnya, kerusakan atau abrasi pantai akibat erosi dan intrusi juga makin meluas. 

Yang memprihatinkan, keindahan terumbu karang bawah laut Pantai Bunati, Tanahbumbu yang merupakan salah satu tujuan wisatawan juga terancam tak bisa kita nikmati lagi.

Harus ada langkah nyata untuk mengatisipasi meluasnya kerusakan yang terjadi, serta upaya pelestarian terumbu karang seperti membuat terumbu karang palsu dengan harapan bisa dimanfaatkan ikan untuk berkembang biak.

Saat ini Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel mengusulkan lahan seluas 4.000 hektare dengan panjang sekitar 22 kilometer di kawasan pesisir timur Kalsel sebagai kawasan perlindungan terumbu karang.

Kawasan tersebut disiapkan untuk melindungi terumbu karang dari ancaman kepunahan akibat kegiatan lalu lintas tambang dan pemburu biota laut.

Kawasan pesisir pantai dari Sungai Loban Kabupaten Tanahbumbu hingga Aluhaluh Kabupaten Banjar disiapkan sebagai daerah Konservasi. Daerah itu cocok, karena memiliki terumbu karang yang khas yang tidak didapatkan di daerah lain di Indonesia.

Selain itu, harus ada tindakan tegas dengan penutupan pelsus dan melarang penggunaan mangrove di luar kepentingan konservasi, seperti tambak yang kian menjamur di sepanjang pesisir pantai.

Keterlibatan masyarakat sangat diharapkan dalam upaya pelestarian terumbu karang dan hutan mangrove di sepanjang pesisir Kalsel agar kerusakannya tidak semakin parah. 

Dalam hal ini, harus ada win-win solution, masyarakat mendapat manfaat dari upaya yang dilakukan, sementara upaya pelestarian tetap bisa berjalan. (*)


sumber aya alam dan lingkungan

0

Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (Bagai Dua Sisi Mata Uang)
"Dalam pengelolaan sumber daya alam ini benang merahnya yang utama adalah mencegah timbulnya pengaruh negatif terhadap lingkungan dan mengusahakan kelestarian sumber daya alam agar bisa digunakan terus menerus untuk generasi-generasi di masa depan."Membahas tentang sumber daya alam, dapat kita bagi ke dalam dua kategori besar, yakni sumber daya alam yang bisa diperbaharui (seperti hutan, perikanan dan lain-lain). Dan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, seperti, minyak bumi, batubara, timah, gas alam dan hasil tambang lainnya. Dalam tulisan ini akan kita kaji sumber daya alam berupa hasil tambang dan itu tidak dapat diperbaharui. Membicarakan hasil tambang, tentu timah merupakan salah satunya.

Apalagi timah sangat identik dari sebuah ciri khas sebuah propinsi yang bernama Bangka Belitung. Siapa yang tidak kenal negeri kita jika kita katakan merupakan salah satu pulau penghasil timah di republik ini. Namun, berbicara tentang pengelolaan hasil tambang berupa timah itu sendiri, rasanya sangat malu melihat bagaimana permukaan negeri ini yang telah hancur dan membentuk kolong-kolong kecil sehingga membentuk seperti sebuah danau-danau kecil. Apalagi butuh cost yang sangat mahal untuk reklamasi lahan minimal mengurangi dampak buruk pada masa yang akan datang. Siapa yang akan disalahkan? Bukan pertanyaan itu yang mesti kita jawab.

Tapi, bagaimana hal seperti itu bisa terjadi dan apa yang mesti kita perbuat untuk memberikan solusi yang terbaik untuk kelestarian sebuah lingkungan hidup. Mungkin, jika dikaitkan dengan kemiskinan dan bagaimana masyarakat harus berpikir untuk mengenyangkan “perut” hal inilah mungkin yang menjadi sebab utama mendorong penduduk menguras alam sehingga merusak lingkungan. Jika kita amati bahwa dapat kita katakan ada hubungan antara jumlah dan macamnya sumber daya alam dengan produk bagi konsumsi masyarakat. Hubungan tersebut terlihat bahwa semakin besar pola konsumsi masyarakat maka semakin banyak pula sumber daya alam yang akan dikelola dan semakin beraneka ragam pola konsumsi masyarakat, maka semakin bermacam pula sumber daya alam yang akan dikelola.

Dari permasalahan tersebut di atas, dapat kita telaah dan mungkin harus menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa hal seperti itu bisa terjadi? Jawabannya tentu ada pada diri kita masing-masing untuk lebih bersikap arif terhadap lingkungan sebelum lingkungan itu sendiri yang memberitahu kepada kita bahwa setiap bencana alam yang terjadi adalah karena ulah tangan manusia itu sendiri. Kita amati bagaimana sebuah bencana banjir yang terjadi di Aceh & Sumatera Utara yang diakibatkan penggundulan Taman Nasional, Gunung Leuser, Alikodra (7/12/2006) atau di negeri Serumpun Sebalai sendiri, beberapa minggu terakhir terjadinya banjir yang menggenangi daerah Semabung, Pangkalpinang akibat tidak ada lagi yang menjadi penyerap air di daerah sekitarnya. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa kawasan hutan memiliki kemampuan dalam mengatur tata air, mencegah erosi dan banjir serta memelihara kesuburan tanah.

Berbicara sumber daya alam tentu tak lepas dari peran sebuah teknologi tepat guna untuk sebuah kelestarian lingkungan. Untuk itu, pengusaha harus dapat memilih teknologi dan cara produksi yang bisa memperkecil dampak negatif dari kepada lingkungan. Apalagi jika kita lihat kebijakan penataan ruang daerah dilakukan dengan tujuan untuk mampu menciptakan pemanfaatan ruang wilayah yang berimbang, optimal dan berwawasan lingkungan untuk kepentingan masyarakat luas. Kita tidak dapat menutup mata, bagaimana pemanfaatan teknologi berupa alat berat pada sektor pertambangan, yang secara seporadis membabat habis hutan untuk mencari hasil tambang yang terkadang hasilnya nihil atau 0%. Kepada siapa kita akan bertanggung jawab? Pikirkan apa yang dapat kita tinggalkan untuk generasi mendatang dan apa yang dapat kita katakan kepada mereka. Atau lingkungan hidup yang seperti inikah yang akan kita wariskan kepada mereka?

Akhir dari sebuah permasalahan, tentu akan tuntas dengan adanya solusi-solusi yang mungkin akan ada tindak lanjut ke depannya. Pertama, pemerintah harus lebih giat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peranan lingkungan hidup dalam kehidupan manusia melalui pendidikan dalam dan luar sekolah. Kedua, perlunya inventarisasi dan Evaluasi potensi SDA dan lingkungan hidup. Ketiga, meningkatkan penelitian dan pengembangan potensi manfaat hutan terutama untuk pengembangan pertanian, industri dan kesehatan. Keempat, penyediaan Infra Struktur dan Spasial SDA dan Lingkungan Hidup baik di darat, laut maupun udara. Kelima, Perlunya persyaratan AMDAL terhadap usaha-usaha yang mengarah pada keseimbangan hidup. Terakhir, perlunya penyuluhan dan kerjasama kemitraan antara Lembaga Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan SDA serta perlunya peningkatan kemampuan Institusi dan SDM Aparatur Pengelolaan SDA dan LH. Karena pembangunan yang baik adalah yang berwawasan lingkungan walaupun terkadang dengan kemungkinan kerusakan untuk ditimbang dan dinilai manfaat untung ruginya dan diambil keputusan dengan penuh tanggung jawab kepada generasi mendatang. Karena generasi yang akan datang, tidak ikut serta dalam proses pengambilan keputusan sekarang dalam menentukan penggunaan sumber daya alam yang sebenarnya kita hanya meminjami dari mereka untuk pembangunan masa kini dengan dampak pembangunan di masa nanti! 


0


0


0


0


0


0


0


0


0


0




GuestBook

 

sumber daya alam Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha